Pesawat dengan bentuk tubuh bersegi-segi miring seperti F-117 Nighthawk buatan Lockheed Martin atau sayap terbang B-2 Spirit keluaran Northrop Gruman dirancang agar tak terlacak radar saat terbang ke wilayah pertahanan lawan.
Pendekatan yang sama juga diterapkan pada kapal perang permukaan. Namun demikian, upaya membuat kapal agar tak terendus radar jauh lebih sulit, karena ukuran kapal jauh lebih besar dibandingkan dengan pesawat terbang dan adanya bagian atas dek (suprastruktur) yang menjulang.
Karena itu, para perancang lebih memusatkan perhatian pada upaya mengurangi penampilan penampang kapal di layar radar (radar cross-section/RCS). Jadi bukannya membuat kapal tak kelihatan sama sekali di layar radar. Dengan RCS yang kecil, rudal anti-kapal akan terkecoh dan sulit menemukan sasarannya.
Kesulitan lain yang mereka hadapi adalah jaluran ombak yang muncul saat kapal berlayar dapat menjadi tanda yang mudah sekali dikenali dari angkasa, tak jauh berbeda dengan tanda-tanda panas pada pesawat terbang. Jaluran ombak ini dapat dikurangi dengan menenggelamkan lambung kapal, sehingga riak yang muncul dapat berkurang.
Juga diperlukan bahan khusus untuk melapisi bagian tertentu agar kapal perang bersifat siluman (stealth). Ini dapat dicapai dengan melapisi badan kapal dengan material penyerap radar (RAM) dan bahan komposit. Dengan pelapisan seperti ini, maka energi radar akan terpantul menjauhi rudal pencari.
RAM dipergunakan pada destroyer kelas Spruance dan frigat kelas Perry milik AL AS, dengan hasil kapal tersebut mampu mengecoh radar.
Kapal siluman tak boleh memiliki banyak suprastruktur karena bangunan di atas dek secara otomatis menambah RCS kapal. Antena radar dan persenjataan seperti peluncur rudal dan moncong meriam yang menjadi ciri kapal perang dilipat atau ditaruh di bawah dek kalau tak dipakai.
Peluncuran rudal dilakukan secara vertikal dari peluncur di bawah dek dan para awak kapal juga tak boleh berada di atas dek, karena mereka menjadi refletor radar.
Kapal perang siluman juga kalau bisa berukuran kecil atau minimalis agar lincah bermanuver. Ukurannya sebaiknya sekecil frigat dan korvet agar mudah mendekati garis pantai. Ada beberapa cara untuk meningkatkan kecepatan kapal, antara lain dengan lambung yang ditenggelamkan (submerged hull).
Dirintis sejak lama
Membuat semua kapal, bahkan yang berukuran amat besar sekalipun seperti kapal induk, agar bersifat siluman sudah sejak lama dirintis beberapa negara.
Lockheed sejak 1984 telah meluncurkan "Sea Shadow", kapal eksperimental dengan konsep katamaran berbentuk kura-kura untuk membelokkan energi radar.
Bentuknya yang aneh dengan ruang bagian atas yang amat terbatas jelas sekali dimaksudkan untuk mereduksi tangkapan radar. Kapal patroli ini kedua sisinya miring seperti F-117 dan tanpa jaluran ombak saat berlayar di laut.
Dengan sifat-sifat demikian, "Bayangan Laut" menciptakan "lubang" atau tanpa bayangan apapun di layar radar lawan saat berlayar di laut yang bergelora.
Tepat seperti kata orang-orang bijak, bila main "petak umpet, jangan lupakan bayangan anda sendiri".
Swedia juga tak mau kalah dengan AS dalam pengembangan kapal siluman. Pada 1986 Badan Material Pertahanan Swedia (FMV) memprakarsai pengembangan kapal riset stealth HMS Smyge.
Proyek ini diluncurkan pada 1991 dan kemudian menjadi basis bagi proyek YS-2000, dengan hasil akhir berupa korvet kelas Visby.
AS juga sedang mengembangkan program destroyer kelas Zumwalt, yang juga dikenal sebagai DD (X) ataupun DDG-1000. Kapal ini dirancang sebagai kapal multimisi dengan fokus pada serangan darat.
DDG-1000 akan memiliki profil radar yang rendah, sedikit awak kapal dan murah dioperasikan dibanding kapal sejenis. Lambungnya yang bagai bodi mobil (tumblehome hull form) akan mereduksi RCS, dengan mengembalikan banyak energi radar ketimbang kapal dengan lambung bersudut tajam.
Sudah banyak beroperasi
Kapal perang siluman yang telah operasional dan laris manis dipesan adalah frigat kelas La Fayette buatan Perancis. Frigat 3.600 ton yang berlambung mirip bidang-bidang intan itu memiliki RCS sama dengan kapal 500 ton. Kapal ini juga dilapisi dengan cat khusus penyerap radar.
Salah satu pembelinya adalah Taiwan pada 1996. Kapal perang buatan Lorient Shipyard ini berkemampuan "stealth" atau dijuluki "invisible warship", karena layar radar lawan hanya mampu menangkap cahaya tipis dan bahkan tak ada sama sekali saat ujicoba di perairan Taiwan, sehingga layak disebut "kapal perang yang tak kelihatan".
RSS Formidable adalah kapal terbaru milik AL Singapura (RSN) dan merupakan turunan frigat kelas La Fayette. Kapal ini hingga sejauh ini merupakan frigat tercanggih di Asia Tenggara.
Frigat RSN ini dilengkapi dengan helikopter Sikorsky S-70B, yang dikembangkan dari helikopter AL AS SH-60B Seahawk.
AL Swedia telah mengoperasikan korvet kelas Visby yang dirancang untuk meminimalkan penanda optis dan inframerah, akustik di atas air dan penanda hidroakustik, penanda magnetik, penanda tekanan, RCS dan sinyal yang dipancarkan secara aktif.
HMS Visby diluncurkan pada Juni 2000. Setelah menjalani ujicoba sistem senjata dan pelayaran, kapal ini memperkuat AL Swedia pada Januari 2005. Sebanyak lima korvet kelas Visby telah diserahkan kepada AL Swedia pada 2007.
Korvet berlambung konvensional namun hampir seluruhnya dari komposit karbon itu hanya dapat terdeteksi pada jarak 13 km di laut bebas dan 22 km pada laut yang tenang tanpa jamming. Pada lingkungan yang mengalami jamming, Visby terdeteksi pada jarak 8 km di laut bebas dan 11 km pada laut yang tenang.
Berbeda dengan kapal AL lazimnya, Visby memiliki cat warna hijau. Ini sesuai dengan wilayah operasinya di laut dangkal yang airnya biasanya agak kehijauan, bukan kebiruan seperti laut dalam.
Tanpa banyak gembar-gembor TNI AL juga telah menerima kapal perang dengan rancang bangun tak kasat radar (stealth). Kapal perang tersebut adalah korvet kelas SIGMA yang dibangun di galangan kapal Schelde Naval Shipbuilding, Belanda.
TNI AL akan memiliki empat korvet SIGMA 9113, dengan kapal pertama diberi nama KRI Diponegoro. Kapal patroli lepas pantai dengan kemampuan beroperasi di lautan lepas ini merapat di Tanjung Priok, Jakarta, pada 31 Agustus 2007 dan kabarnya memiliki RCS yang rendah. Tiga kapal lainnya adalah KRI Hasanuddin, KRI Sultan Iskandar Muda, dan KRI Frans Kaisiepo.
KRI Diponegoro berkemampuan untuk menghadapi pesawat (anti-air warfare), kapal permukaan (anti-surface warfare), kapal selam (anti-submarine warfare) dan perang elektronika seperti mengacaukan radar lawan.
Dengan datangnya era kapal siluman, berlalu sudah hari-hari ketika daya tembak dan hancur menjadi cara paling efisien dalam perlindungan dan pertahanan diri sebuah kapal. Konsep masa kini adalah beraksi sebelum atau tanpa terdeteksi, kata para pakar.
Resolusi di laut, demikian menurut istilah yang digunakan pakar perang laut Kolonel (purn) Jacques J. Bally, berupa munculnya berbagai rancangan eksotis diperlukan karena pada dasarnya kapal perang AL Barat yang kini banyak beroperasi sebagian besar dirancang untuk keperluan tunggal, yakni menghadapi armada kapal perang Uni Sovyet.
Dengan kata lain, rancangan kapal-kapal itu merupakan warisan Perang Dingin.
Pendekatan yang sama juga diterapkan pada kapal perang permukaan. Namun demikian, upaya membuat kapal agar tak terendus radar jauh lebih sulit, karena ukuran kapal jauh lebih besar dibandingkan dengan pesawat terbang dan adanya bagian atas dek (suprastruktur) yang menjulang.
Karena itu, para perancang lebih memusatkan perhatian pada upaya mengurangi penampilan penampang kapal di layar radar (radar cross-section/RCS). Jadi bukannya membuat kapal tak kelihatan sama sekali di layar radar. Dengan RCS yang kecil, rudal anti-kapal akan terkecoh dan sulit menemukan sasarannya.
Kesulitan lain yang mereka hadapi adalah jaluran ombak yang muncul saat kapal berlayar dapat menjadi tanda yang mudah sekali dikenali dari angkasa, tak jauh berbeda dengan tanda-tanda panas pada pesawat terbang. Jaluran ombak ini dapat dikurangi dengan menenggelamkan lambung kapal, sehingga riak yang muncul dapat berkurang.
Juga diperlukan bahan khusus untuk melapisi bagian tertentu agar kapal perang bersifat siluman (stealth). Ini dapat dicapai dengan melapisi badan kapal dengan material penyerap radar (RAM) dan bahan komposit. Dengan pelapisan seperti ini, maka energi radar akan terpantul menjauhi rudal pencari.
RAM dipergunakan pada destroyer kelas Spruance dan frigat kelas Perry milik AL AS, dengan hasil kapal tersebut mampu mengecoh radar.
Kapal siluman tak boleh memiliki banyak suprastruktur karena bangunan di atas dek secara otomatis menambah RCS kapal. Antena radar dan persenjataan seperti peluncur rudal dan moncong meriam yang menjadi ciri kapal perang dilipat atau ditaruh di bawah dek kalau tak dipakai.
Peluncuran rudal dilakukan secara vertikal dari peluncur di bawah dek dan para awak kapal juga tak boleh berada di atas dek, karena mereka menjadi refletor radar.
Kapal perang siluman juga kalau bisa berukuran kecil atau minimalis agar lincah bermanuver. Ukurannya sebaiknya sekecil frigat dan korvet agar mudah mendekati garis pantai. Ada beberapa cara untuk meningkatkan kecepatan kapal, antara lain dengan lambung yang ditenggelamkan (submerged hull).
Dirintis sejak lama
Membuat semua kapal, bahkan yang berukuran amat besar sekalipun seperti kapal induk, agar bersifat siluman sudah sejak lama dirintis beberapa negara.
Lockheed sejak 1984 telah meluncurkan "Sea Shadow", kapal eksperimental dengan konsep katamaran berbentuk kura-kura untuk membelokkan energi radar.
Bentuknya yang aneh dengan ruang bagian atas yang amat terbatas jelas sekali dimaksudkan untuk mereduksi tangkapan radar. Kapal patroli ini kedua sisinya miring seperti F-117 dan tanpa jaluran ombak saat berlayar di laut.
Dengan sifat-sifat demikian, "Bayangan Laut" menciptakan "lubang" atau tanpa bayangan apapun di layar radar lawan saat berlayar di laut yang bergelora.
Tepat seperti kata orang-orang bijak, bila main "petak umpet, jangan lupakan bayangan anda sendiri".
Swedia juga tak mau kalah dengan AS dalam pengembangan kapal siluman. Pada 1986 Badan Material Pertahanan Swedia (FMV) memprakarsai pengembangan kapal riset stealth HMS Smyge.
Proyek ini diluncurkan pada 1991 dan kemudian menjadi basis bagi proyek YS-2000, dengan hasil akhir berupa korvet kelas Visby.
AS juga sedang mengembangkan program destroyer kelas Zumwalt, yang juga dikenal sebagai DD (X) ataupun DDG-1000. Kapal ini dirancang sebagai kapal multimisi dengan fokus pada serangan darat.
DDG-1000 akan memiliki profil radar yang rendah, sedikit awak kapal dan murah dioperasikan dibanding kapal sejenis. Lambungnya yang bagai bodi mobil (tumblehome hull form) akan mereduksi RCS, dengan mengembalikan banyak energi radar ketimbang kapal dengan lambung bersudut tajam.
Sudah banyak beroperasi
Kapal perang siluman yang telah operasional dan laris manis dipesan adalah frigat kelas La Fayette buatan Perancis. Frigat 3.600 ton yang berlambung mirip bidang-bidang intan itu memiliki RCS sama dengan kapal 500 ton. Kapal ini juga dilapisi dengan cat khusus penyerap radar.
Salah satu pembelinya adalah Taiwan pada 1996. Kapal perang buatan Lorient Shipyard ini berkemampuan "stealth" atau dijuluki "invisible warship", karena layar radar lawan hanya mampu menangkap cahaya tipis dan bahkan tak ada sama sekali saat ujicoba di perairan Taiwan, sehingga layak disebut "kapal perang yang tak kelihatan".
RSS Formidable adalah kapal terbaru milik AL Singapura (RSN) dan merupakan turunan frigat kelas La Fayette. Kapal ini hingga sejauh ini merupakan frigat tercanggih di Asia Tenggara.
Frigat RSN ini dilengkapi dengan helikopter Sikorsky S-70B, yang dikembangkan dari helikopter AL AS SH-60B Seahawk.
AL Swedia telah mengoperasikan korvet kelas Visby yang dirancang untuk meminimalkan penanda optis dan inframerah, akustik di atas air dan penanda hidroakustik, penanda magnetik, penanda tekanan, RCS dan sinyal yang dipancarkan secara aktif.
HMS Visby diluncurkan pada Juni 2000. Setelah menjalani ujicoba sistem senjata dan pelayaran, kapal ini memperkuat AL Swedia pada Januari 2005. Sebanyak lima korvet kelas Visby telah diserahkan kepada AL Swedia pada 2007.
Korvet berlambung konvensional namun hampir seluruhnya dari komposit karbon itu hanya dapat terdeteksi pada jarak 13 km di laut bebas dan 22 km pada laut yang tenang tanpa jamming. Pada lingkungan yang mengalami jamming, Visby terdeteksi pada jarak 8 km di laut bebas dan 11 km pada laut yang tenang.
Berbeda dengan kapal AL lazimnya, Visby memiliki cat warna hijau. Ini sesuai dengan wilayah operasinya di laut dangkal yang airnya biasanya agak kehijauan, bukan kebiruan seperti laut dalam.
Tanpa banyak gembar-gembor TNI AL juga telah menerima kapal perang dengan rancang bangun tak kasat radar (stealth). Kapal perang tersebut adalah korvet kelas SIGMA yang dibangun di galangan kapal Schelde Naval Shipbuilding, Belanda.
TNI AL akan memiliki empat korvet SIGMA 9113, dengan kapal pertama diberi nama KRI Diponegoro. Kapal patroli lepas pantai dengan kemampuan beroperasi di lautan lepas ini merapat di Tanjung Priok, Jakarta, pada 31 Agustus 2007 dan kabarnya memiliki RCS yang rendah. Tiga kapal lainnya adalah KRI Hasanuddin, KRI Sultan Iskandar Muda, dan KRI Frans Kaisiepo.
KRI Diponegoro berkemampuan untuk menghadapi pesawat (anti-air warfare), kapal permukaan (anti-surface warfare), kapal selam (anti-submarine warfare) dan perang elektronika seperti mengacaukan radar lawan.
Dengan datangnya era kapal siluman, berlalu sudah hari-hari ketika daya tembak dan hancur menjadi cara paling efisien dalam perlindungan dan pertahanan diri sebuah kapal. Konsep masa kini adalah beraksi sebelum atau tanpa terdeteksi, kata para pakar.
Resolusi di laut, demikian menurut istilah yang digunakan pakar perang laut Kolonel (purn) Jacques J. Bally, berupa munculnya berbagai rancangan eksotis diperlukan karena pada dasarnya kapal perang AL Barat yang kini banyak beroperasi sebagian besar dirancang untuk keperluan tunggal, yakni menghadapi armada kapal perang Uni Sovyet.
Dengan kata lain, rancangan kapal-kapal itu merupakan warisan Perang Dingin.
0 komentar:
Posting Komentar